Rabu, 01 Juli 2015

Proposal Penelitian Kualitatif


Studi Tentang Pola Asuh Orang Tua Beda Agama

Di susun guna memenuhi tugas akhir mata kuliah Penelitian Kualitatif
Dosen Pengampu : Agus Ria Kumara S.Pd, M.Pd




Oleh :
Lilis Ernawati
12001163
Kelas : C

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2015

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang .............................................................................  1
B.     Identifikasi  Masalah..................................................................... 4
C.     Batasan Masalah ...........................................................................  4
D.    Rumusan Masalah .........................................................................  5
E.     Tujuan Penelitian ..........................................................................  5
F.      Manfaat Penelitian ........................................................................  5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.    Penelitian yang Relevan ...............................................................  7
B.     Pola Asuh Orang Tua ...................................................................  7
C.     Bimbingan dan Konseling ............................................................  12
D.    Kerangka Berpikir ........................................................................  13
BAB III METODE PENELITIAN
A.    Jenis Penelitian .............................................................................  14
B.     Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................  14
C.     Subyek Penelitian .........................................................................  14
D.    Teknik Pengumpulan data ............................................................  15

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................  16

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.
Masyarakat di Indonesia sangat kental akan budaya. Jawa misalnya, sepasaran merupakan tradisi tujuh hari setelah kelahiran anak. Mayoritas masyarakat jawa masih menganut tradisi ini, tradisi yang memang turun temurun sudah di laksanakan sejak nenek moyang mereka. Selain itu, masyarakat Melayu Sumatera (Bangka Belitung) masih melakukan tradisi Maras Taun yang di lakukan setiap desa. Tradisi ini merupakan sebagai tanda syukur panen padi yang di lakukan setiap tahun. Uniknya, dalam tradisi ini semua masyarakat berkumpul bersama tanpa seorangpun di perbolehkan bekerja pada hari tersebut. Selain itu, pada hari yang tersebut juga berkumpullah semua dukun kampung, antara lain dukun aik (air), dukun angin, dukun tana (tanah) dan dukun-dukun lain. Makanan wajib dari tradisi ini adalah lepat dan emping beras.
Sayangnya, masyarakat sekarang lebih suka dan meniru gaya hidup instan serta kebarat-baratan. Terutama masyarakat perkotaan, bahkan budaya ramah tamahnya sudah mulai luntur, lebih bersikap individualisme, lebih miris lagi tetangga sebelah rumah saja banyak tidak mengenal satu sama lain. Budaya gotong royong di daerah perkotaan juga mulai luntur bahkan hilang, mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan serta kegiatan masing-masing. Perilaku-perilaku seperti ini yang akhirnya menjadi asal muasal hilangnya budaya, rasa memiliki terhadap budaya dan hilangnya rasa cinta tanah air.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keluarga adalah (1) ibu bapak dengan anak-anak; seisi rumah; (2) orang seisi rumah yang menjadi tanggungan, batih; (3) sanak saudara, kaum kerabat; (4) satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat. Menurut Djamari (2014: 3-4) keluarga adalah sebuah institusi pendidikan yang utama dan bersifat kodrati. Sebagai komunitas masyarakat terkecil, keluarga memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan komunitas masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu, kehidupan keluarga yang harmonis perlu di bangun di atas dasar sistem interaksi yang kondusif sehingga pendidikan dapat berlangsung dengan baik
Keluarga sebagai institusi pendidikan yang utama memiliki tanggung jawab besar terhadap pendidikan anak. Pendidikan dasar yang baik harus diberikan kepada anggota keluarga sedini mungkin dalam upaya memerankan fungsi pendidikan dalam keluarga, yaitu menumbuhkembangkan potensi laten anak, sebagai wahana untuk mentransfer nilai-nilai dan sebagai agen transformasi kebudayaan. Namun, tidak semua keluarga dapat berperan sebagaimana mestinya. Peran orang tua sebagai model/panutan bagi anak kadang terlupakan, orang tua hanya mengajarkan dan menghardik anak saja tanpa memberi contoh. Harapan orang tua akan sia-sia tanpa di barengi contoh sesuai yang di ajarkan (bukan hanya bicara, namun perlu adanya tindakan).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pola diartikan sebagai bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan (1) asuh adalah menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil. (2) asuh merupakan membimbing (membantu, melatih, dsb) supaya dapat berdiri sendiri. Maka pola asuh menurut peneliti adalah cara yang berstruktur dalam mendidik, membimbing, membantu dan melatih supaya dapat mandiri. Pola asuh yang digunakan orang tua, sangat mempengaruhi pribadi dan karakter anak. Secara tidak sadar, pola asuh yang keras atau otoriter akan membentuk pribadi anak yang keras, tangguh, bahkan mungkin sedikit egois.
Dalam mendidik anaknya, pola asuh yang di gunakan biasanya adalah hasil turunan dari orang tuanya, kakeknyaa atau mungkin nenek moyangnya. Padahal, jika di lihat dari zamannya sudah sangat berbeda. Apakah yang orang tua terapkan cocok dengan kondisi saat ini, hal penting yang harus di perhatikan oleh orang tua adalah tentang kebutuhan dan kesesuaian zaman. Contohnya, zaman dahulu dalam menentukan pendamping hidup maka orang tuanyaa yang mencarikan/di jodohkan, jika ini di terapkan di zaman sekarang, apakah masih cocok? Jika cocok tidak masalah, tetapi jika tidak inilah selanjutnya yang menimbulkan masalah baru.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, sangat layak jika kemudian dipertanyakan bagaimana pola asuh orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Keunikan dari penelitian ini yaitu objek yang orang tuanya beda agama.  Dari kasus itulah peneliti mengambil judul penelitian tentang pola asuh orang tua beda agama.

B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas, maka ada beberapa permasalahan yang dapat di identifikasi yaitu :
1.         Perbedaan pola asuh orang tua beda agama dengan orang tua seagama
2.         Persamaan pola asuh orang tua beda agama dengan orang tua seagama
3.         Pola asuh yang di gunakan orang tua beda agama
4.         Peran masyarakat dan keluarga dalam pola asuh

C.     Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, agar pembahasan tidak melebar peneliti membatasi masalah sebagai berikut :
1.         Perbedaan pola asuh orang tua beda agama dengan orang tua seagama.
2.         Persamaan pola asuh orang tua beda agama dengan orang tua seagama.
3.         Pola asuh yang di gunakan orang tua beda agama.


D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.         Adakah perbedaan pola asuh orang tua beda agama dengan orang tua seagama?
2.         Adakah persamaan pola asuh orang tua beda agama dengan orang tua seagama?
3.         Bagaimanakah pola asuh yang di gunakan orang tua beda agama?

E.     Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan di adakannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang “Pola Asuh Orang Tua beda Agama”.

F.      Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis.
1.         Manfaat teoritik
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih serta saran beberapa kajian konseptual tentang hal-hal yang berhubungan dengan bidang bidang bimbingan dan konseling pribadi khususnya tentang peran orang tua beda agama dalam menentukan pola asuh. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi peneliti berikutnya yang meneliti permasalahan sejenis yang lebih luas lagi.
2.         Manfaat Praktis
a.     Bagi Guru Pembimbing
Untuk mengetahui strategi yang sesuai yang akan diterapkan dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling dengan latar belakang siswa yang berbeda-beda.
b.      Bagi Orang Tua
Sebagai bahan acuan dan sebagai wacana untuk mendidik dan mengarahkan anak agar lebih baik dalam mengembangkan potensi, bakat minat serta memilih pola asuh yang tepat dalam mendidik anak.
c.       Bagi Siswa
Siswa dapat mengembangkan potensi, minat bakat serta kemampuannya yang di dukung orang tua melalui pola asuh yang sesuai pula.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang hubungan pola asuh orang tua terhadap kemampuan sosial anak (Joko Trisuharsono, 2009: 4) Penelitian dalam jurnal ini dilakukan di Purwokerto tahun 2009, hasil penelitian yang diperoleh antara lain :
1.         Orang tua memegang peranan penting dalam kemampuan sosialisasi anak dan pengasuhan yang baik sangat penting untuk dapat menjamin tumbuh kembang anak yang optimal, sehingga orang tua harus lebih banyak menggali informasi tentang pola asuh yang tepat untuk diterapkan pada anak.
2.         Pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang terbanyak diterapkan oleh orang tua kepada anak.
3.         Pola asuh orang tua mempunyai pengaruh terhadap kemampuan sosialisasi anak.

B.     Pola Asuh Orang Tua
1.      Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pola diartikan sebagai bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan (1) asuh adalah menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil. (2) asuh merupakan membimbing (membantu, melatih, dsb) supaya dapat berdiri sendiri. Maka pola asuh menurut peneliti adalah cara yang berstruktur dalam mendidik, membimbing, membantu dan melatih supaya dapat mandiri.
Menurut Djamari (2014: 2) pola komunikasi yang baik diharapkan akan tercipta pola asuh yang baik. hasil penelitian telah membuktikan bahwa betapa pentingnya pola asuh orang tua dalam upaya mendidik anak.
Maka pola asuh menurut peneliti adalah cara yang berstruktur dalam mendidik, membimbing, membantu dan melatih supaya dapat mandiri dengan adanya komunikasi yang baik pula.
2.      Tipe-tipe Pola Asuh Orang Tua
Menurut Djamari (2014) dalam bukunya “Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga Upaya Membangun Citra dan Membentuk Pribadi Anak” ada 15 tipe pola asuh orang tua, tetapi peneliti hanya mengambil 3 tipe saja, yaitu :
a.       Gaya Otoriter
Tipe pola asuh otoriter adalah tipe pola asuh orang tua yang memaksakan kehendak. Dengan tipe orang tua ini cenderung sebagai pengendali atau pengawas (controller), selalu memaksakan kehendak kepada anak, sangat sulit menerima saran, tidak terbuka terhadap pendapat anak, sangat sulit menerima saran dan cenderung memaksakan kehendak dalam perbedaan, terlalu percaya diri sendiri sehingga menutup katup musyawarah. Dalam upaya mempengaruhi anak sering mempergunakan pendekatan (approach) yang mengandung unsur paksaan dan ancaman. Kata-kata yang diucapkan orang tua adalah hukum atau peraturan dan tidak dapat diubah, memonopoli tindak komunikasi dan seringkali meniadakan umpan balik dari anak. Hubungan antarpribadi di antara orang tua dan anak cenderung renggang dan berpotensi antagonistik (berlawanan). Pola asuh ini sangat cocok untuk anak PAUD dan TK dan masih bisa digunakan untuk anak-anak SD dalam kasus-kasus tertentu.
b.      Gaya Demokratis
Tipe pola asuh demokratis adalah tip pola asuh yang terbaik dari semua tipe pola asuh yang ada. Hal ini disebabkan tipe pola asuh ini selalu mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan individu anak. Tipe ini adalah tipe pola asuh orang tua yang tidak banyak menggunakan kontrol terhadap anak. Pola ini dapat digunakan untuk anak SD, SLTP, SLTA dan perguruan tinggi.
Beberapa ciri dari tipe pola asuh yang demokratis adalah sebagai berikut :
1)      Dalam proses pendidikan terhadap anak selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia.
2)      Orang tua selalu berusaha menyelaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan kepentingan anak.
3)      Orang tua senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari anak.
4)      Mentolerir ketika anak membuat kesalahan dan memberikan pendidikan kepada anak agar jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi daya kreativitas, inisiatif dan prakarsa anak.
5)      Lebih menitikberatkan kerjasama dalam mencapai tujuan.
6)      Orang tua selalu berusaha untuk menjadikan anak lebih sukses darinya.
Tipe pola asuh demokratis mengharapkan anak untuk berbagi tanggung jawab dan mampu mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimilikinya. Memiliki kepedulian terhadap hubungan antarpribadi dalam keluarga. Meskipun tampak kurang terorganisasikan dengan baik, namun gaya ini dapat berjalan dalam suasana yang rileks dan memiliki kecenderungan untuk menghasilkan produktivitas dan kreativitas, karena tipe pola asuh demokratis ini mampu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki anak.
c.       Gaya Laissez-Faire/permisif
Tipe pola asuh orang tua ini tidak berdasarkan aturan-aturan. Kebebasan memilih terbuka bagi anak dengan sedikit campur tangan orang tua agar kebebasan diberikan terkendali. Bila tidak ada kendali dari orang tua, maka perilaku anak tidak terkendali, tidak terorganisasi, tidak produktif, dan apatis, sebab anak merasa tidak memiliki maksud dan tujuan yang hendak dicapai. Orang tua yang menggunakan gaya ini menginginkan seluruh anaknya berpartisipasi tanpa memaksakan atau menuntut kewenangan yang dimilikinya. Tindak komunikasi dari orang tua cenderung berlaku sebagai seorang penghubung yang menghubungkan kontribusi atau sumbang pemikiran dari anggota keluarga. Pola asuh ini bisa digunakan untuk anak dalam semua tingkatan usia.
3.      Ciri-ciri Pola Asuh
Ciri-ciri pola asuh sangat dibutuhkan oleh oran tua agar orang tua mengetahui bagaimana pola asuh yang baik untuk diterapkan dalam pengasuhan terhadap anak. Berikut ciri-ciri pola asuh menurut Walgito (2005: 215) adalah “tiga macam sikap sebagai kontrol orang tua terhadap anak dalam mengasuh anak, yaitu :
a.       Sikap otoriter mempunyai ciri-ciri orang tua menentukan apa yang perlu di perbuat oleh anak, tanpa memberikan penjelasan tentang alasan apabila anak melanggar ketentuan yang telah digariskan, anak tidak di beri penjelasan tentang alasan sebelum hukuman di terima oleh anak. Dalam pola asuh ini, hukuman yang diberikan berupa hukuman badan. Orang tua tidak memandang keberhasilan anak dengan jarang memberikan hadiah dan pujian jika anak melakukan sesuai apa yang di inginkan orang tua.
b.      Bersikap demokratis mempunyai ciri-ciri apabila anak harus melakukan sesuatu yang akan dikerjakan oleh anak. Anak diberikan kesempatan untuk memberikan alasan mengapa ketentuan itu dilanggar sebelum menerima hukuman. Hukuman diberikan berkaitan dengan perbuatan yang telah dilakukan anak. Hadiah dan pujian diberikan oleh orang tua terkait oleh perilaku anak yang diharapkan orang tua.
c.       Laissez-Faire Permisif mempunyai ciri-ciri tidak ada aturan yang diberikan oleh orang tua, anak-anak diperkenankan sesuai dengan apa yang dipikirkan anak. Tidak ada hukuman terhadap anak, karena tidak ada ketentuan atau peraturan yang dilanggar oleh anak. Tidak ada hadiah dan pujian karena sosial approval akan merupakan hadiah yang memuaskan bagi si anak.
Menurut peneliti, setiap tipe pola asuh mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Selain itu juga memiliki tingkat resiko yang berbeda pula. Dalam pola asuh ini, orang tua memberikan kontrol terhadap batas-batas tertentu.
4.      Pendekatan Dalam Pola Asuh
Pendekatan tentang pengasuhan orang tua yang paling banyak digunakan adalah Baumrin.
Adapun penjelasan dari pendekatan orang tua menurut Casmini (dalam Dwi Anjar, 2014) adalah :
a.       Pendekatan penerimaan orang tua (parental responsivess)
Penerimaan orang tua adalah orang tua selalu merespon kehidupan anak dengan cara-cara yang bersifat menerima dan mendukung.
b.      Pendekatan tuntutan orang tua (parental demandingeness)
Tuntutan orang tua adalah seberapa jauh orang tua mengharapkan dan menuntut tingkahlaku bertanggung jawab anak.

C.     Bimbingan dan Konseling
1.      Pengertian Bimbingan dan konseling
Prayitno & Erman Amti (2004: 99) berpendapat bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang-orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Menurut Rochman Natawidjaja (Dalam Winkel & Sri Hastuti: 2004) bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada umumnya.
Peneliti berpendapat bahwa pengertian bimbingan dan konseling adalah proses pemberian bantuan dari seorang ahli/konselor kepada konseli/siswa untuk memaksimalkan potensi yang ada pada diri individu serta memandirikan siswa.
D.    Kerangka Berpikir







BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono (2013: 1) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang di gunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

B.     Tempat dan Waktu Penelitian
1.      Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di tempat atau di rumah subyek.
2.      Waktu penelitian
Waktu yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pada bulan september  yaitu pada minggu ke ke tiga dan keempat.
C.     Subyek Penelitian
1.      Subyek
Subyek penelitian yaitu pola asuh orang tua beda agama. Teknik pengambilan subyek dalam penelitian ini adalah menggunakan Snowball Sampling. Riduwan (2013: 64) menyatakan bahwa :
Snowball Sampling ialah teknik sampling yang semula berjumlah kecil kemuadian anggota sampel (responden) mengajak para sahabatnya untuk dijadikan sampel dan seterusnya sehingga jumlah sampel semakin membengkak jumlahnya seperti (bola salju yang sedang menggelinding semakin jauh semakin besar).

2.      Objek
Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa yang orang tuanya beda agama.

D.    Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara secara mendalam, menurut Moleong (2011: 119) wawancara adalah suatu percakapan dengan maksud tertentu, yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Ada tiga macam-macam wawancara menurut Esterberg (dalam Sugiyono: 2013: 73) yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur. Peneliti menggunakan macam wawancara tidak terstruktur karena peneliti belummengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden.

DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri. (2014). Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga Upaya Membangun Citra Membentuk Pribadi Anak. Jakarta: Renika Cipta
Prayitno & Amti, Erman. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling.  Jakarta: Renika Cipta
Lexy, Moleong. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rodsakarya
Riduwan. (2013). Metode & Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Rosdakarya
Trisuharsono, Joko. (2009). Jurnal Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemampuan Sosial Anak. Purwokerto
Winkel & Hastuti, Sri. (2004). Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi
Sugiyono. (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar