Studi Tentang Pola Asuh Orang Tua Beda Agama
Di susun guna memenuhi tugas akhir mata kuliah Penelitian
Kualitatif
Dosen Pengampu : Agus Ria Kumara S.Pd, M.Pd
Oleh :
Lilis Ernawati
12001163
Kelas : C
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2015
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ............................................................................. 1
B.
Identifikasi Masalah.....................................................................
4
C.
Batasan Masalah ........................................................................... 4
D.
Rumusan Masalah ......................................................................... 5
E.
Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian
........................................................................ 5
BAB
II KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian yang Relevan
............................................................... 7
B.
Pola Asuh Orang Tua ................................................................... 7
C.
Bimbingan dan Konseling ............................................................ 12
D. Kerangka
Berpikir ........................................................................ 13
BAB
III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................................. 14
B.
Tempat dan Waktu
Penelitian ...................................................... 14
C.
Subyek Penelitian ......................................................................... 14
D. Teknik Pengumpulan data ............................................................ 15
DAFTAR
PUSTAKA ..................................................................................... 16
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), masyarakat
adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu
kebudayaan yang mereka anggap sama.
Masyarakat di Indonesia sangat kental akan budaya.
Jawa misalnya, sepasaran merupakan
tradisi tujuh hari setelah kelahiran anak. Mayoritas masyarakat jawa masih
menganut tradisi ini, tradisi yang memang turun temurun sudah di laksanakan
sejak nenek moyang mereka. Selain itu, masyarakat Melayu Sumatera (Bangka
Belitung) masih melakukan tradisi Maras
Taun yang di lakukan setiap desa. Tradisi ini merupakan sebagai tanda
syukur panen padi yang di lakukan setiap tahun. Uniknya, dalam tradisi ini
semua masyarakat berkumpul bersama tanpa seorangpun di perbolehkan bekerja pada
hari tersebut. Selain itu, pada hari yang tersebut juga berkumpullah semua
dukun kampung, antara lain dukun aik
(air), dukun angin, dukun tana
(tanah) dan dukun-dukun lain. Makanan wajib dari tradisi ini adalah lepat dan
emping beras.
Sayangnya, masyarakat sekarang lebih suka dan meniru
gaya hidup instan serta kebarat-baratan. Terutama masyarakat perkotaan, bahkan
budaya ramah tamahnya sudah mulai luntur, lebih bersikap individualisme, lebih
miris lagi tetangga sebelah rumah saja banyak tidak mengenal satu sama lain.
Budaya gotong royong di daerah perkotaan juga mulai luntur bahkan hilang, mereka
terlalu sibuk dengan pekerjaan serta kegiatan masing-masing. Perilaku-perilaku
seperti ini yang akhirnya menjadi asal muasal hilangnya budaya, rasa memiliki
terhadap budaya dan hilangnya rasa cinta tanah air.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keluarga
adalah (1) ibu bapak dengan anak-anak; seisi rumah; (2) orang seisi rumah yang
menjadi tanggungan, batih; (3) sanak saudara, kaum kerabat; (4) satuan
kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat. Menurut Djamari (2014: 3-4)
keluarga adalah sebuah institusi pendidikan yang utama dan bersifat kodrati.
Sebagai komunitas masyarakat terkecil, keluarga memiliki arti penting dan
strategis dalam pembangunan komunitas masyarakat yang lebih luas. Oleh karena
itu, kehidupan keluarga yang harmonis perlu di bangun di atas dasar sistem
interaksi yang kondusif sehingga pendidikan dapat berlangsung dengan baik
Keluarga sebagai institusi pendidikan yang utama
memiliki tanggung jawab besar terhadap pendidikan anak. Pendidikan dasar yang
baik harus diberikan kepada anggota keluarga sedini mungkin dalam upaya
memerankan fungsi pendidikan dalam keluarga, yaitu menumbuhkembangkan potensi
laten anak, sebagai wahana untuk mentransfer nilai-nilai dan sebagai agen
transformasi kebudayaan. Namun, tidak semua keluarga dapat berperan sebagaimana
mestinya. Peran orang tua sebagai model/panutan bagi anak kadang terlupakan,
orang tua hanya mengajarkan dan menghardik anak saja tanpa memberi contoh.
Harapan orang tua akan sia-sia tanpa di barengi contoh sesuai yang di ajarkan (bukan
hanya bicara, namun perlu adanya tindakan).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pola
diartikan sebagai bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan (1) asuh adalah
menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil. (2) asuh merupakan membimbing
(membantu, melatih, dsb) supaya dapat berdiri sendiri. Maka pola asuh menurut
peneliti adalah cara yang berstruktur dalam mendidik, membimbing, membantu dan
melatih supaya dapat mandiri. Pola asuh yang digunakan orang tua, sangat
mempengaruhi pribadi dan karakter anak. Secara tidak sadar, pola asuh yang
keras atau otoriter akan membentuk pribadi anak yang keras, tangguh, bahkan
mungkin sedikit egois.
Dalam mendidik anaknya, pola asuh yang di gunakan
biasanya adalah hasil turunan dari orang tuanya, kakeknyaa atau mungkin nenek
moyangnya. Padahal, jika di lihat dari zamannya sudah sangat berbeda. Apakah
yang orang tua terapkan cocok dengan kondisi saat ini, hal penting yang harus
di perhatikan oleh orang tua adalah tentang kebutuhan dan kesesuaian zaman.
Contohnya, zaman dahulu dalam menentukan pendamping hidup maka orang tuanyaa
yang mencarikan/di jodohkan, jika ini di terapkan di zaman sekarang, apakah
masih cocok? Jika cocok tidak masalah, tetapi jika tidak inilah selanjutnya
yang menimbulkan masalah baru.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, sangat layak jika
kemudian dipertanyakan bagaimana pola asuh orang tua dalam mendidik
anak-anaknya. Keunikan dari penelitian ini yaitu objek yang orang tuanya beda
agama. Dari kasus itulah peneliti
mengambil judul penelitian tentang pola asuh orang tua beda agama.
B. Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di
uraikan di atas, maka ada beberapa permasalahan yang dapat di identifikasi
yaitu :
1.
Perbedaan pola asuh orang tua beda agama
dengan orang tua seagama
2.
Persamaan pola asuh orang tua beda agama
dengan orang tua seagama
3.
Pola asuh yang di gunakan orang tua beda
agama
4.
Peran masyarakat dan keluarga dalam pola
asuh
C. Batasan
Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, agar
pembahasan tidak melebar peneliti membatasi masalah sebagai berikut :
1.
Perbedaan pola asuh orang tua beda agama
dengan orang tua seagama.
2.
Persamaan pola asuh orang tua beda agama
dengan orang tua seagama.
3.
Pola asuh yang di gunakan orang tua beda
agama.
D. Rumusan
Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1.
Adakah perbedaan pola asuh orang tua
beda agama dengan orang tua seagama?
2.
Adakah persamaan pola asuh orang tua
beda agama dengan orang tua seagama?
3.
Bagaimanakah pola asuh yang di gunakan
orang tua beda agama?
E. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan di
adakannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang “Pola Asuh Orang
Tua beda Agama”.
F. Manfaat
Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis.
1.
Manfaat teoritik
Secara
teoritis, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih serta saran beberapa
kajian konseptual tentang hal-hal yang berhubungan dengan bidang bidang
bimbingan dan konseling pribadi khususnya tentang peran orang tua beda agama
dalam menentukan pola asuh. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat
dipergunakan sebagai bahan masukan bagi peneliti berikutnya yang meneliti permasalahan
sejenis yang lebih luas lagi.
2.
Manfaat Praktis
a. Bagi
Guru Pembimbing
Untuk
mengetahui strategi yang sesuai yang akan diterapkan dalam memberikan layanan
bimbingan dan konseling dengan latar belakang siswa yang berbeda-beda.
b. Bagi
Orang Tua
Sebagai
bahan acuan dan sebagai wacana untuk mendidik dan mengarahkan anak agar lebih
baik dalam mengembangkan potensi, bakat minat serta memilih pola asuh yang
tepat dalam mendidik anak.
c. Bagi
Siswa
Siswa
dapat mengembangkan potensi, minat bakat serta kemampuannya yang di dukung
orang tua melalui pola asuh yang sesuai pula.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian
yang Relevan
Penelitian tentang hubungan pola asuh orang tua
terhadap kemampuan sosial anak (Joko Trisuharsono, 2009: 4) Penelitian dalam
jurnal ini dilakukan di Purwokerto tahun 2009, hasil penelitian yang diperoleh
antara lain :
1.
Orang tua memegang peranan penting dalam
kemampuan sosialisasi anak dan pengasuhan yang baik sangat penting untuk dapat
menjamin tumbuh kembang anak yang optimal, sehingga orang tua harus lebih banyak
menggali informasi tentang pola asuh yang tepat untuk diterapkan pada anak.
2.
Pola asuh demokratis merupakan pola asuh
yang terbanyak diterapkan oleh orang tua kepada anak.
3.
Pola asuh orang tua mempunyai pengaruh
terhadap kemampuan sosialisasi anak.
B. Pola
Asuh Orang Tua
1. Pengertian
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pola diartikan sebagai bentuk (struktur)
yang tetap. Sedangkan (1) asuh adalah menjaga (merawat dan mendidik) anak
kecil. (2) asuh merupakan membimbing (membantu, melatih, dsb) supaya dapat
berdiri sendiri. Maka pola asuh menurut peneliti adalah cara yang berstruktur
dalam mendidik, membimbing, membantu dan melatih supaya dapat mandiri.
Menurut
Djamari (2014: 2) pola komunikasi yang baik diharapkan akan tercipta pola asuh
yang baik. hasil penelitian telah membuktikan bahwa betapa pentingnya pola asuh
orang tua dalam upaya mendidik anak.
Maka
pola asuh menurut peneliti adalah cara yang berstruktur dalam mendidik,
membimbing, membantu dan melatih supaya dapat mandiri dengan adanya komunikasi
yang baik pula.
2. Tipe-tipe
Pola Asuh Orang Tua
Menurut
Djamari (2014) dalam bukunya “Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga
Upaya Membangun Citra dan Membentuk Pribadi Anak” ada 15 tipe pola asuh orang
tua, tetapi peneliti hanya mengambil 3 tipe saja, yaitu :
a. Gaya
Otoriter
Tipe pola asuh otoriter adalah tipe pola
asuh orang tua yang memaksakan kehendak. Dengan tipe orang tua ini cenderung
sebagai pengendali atau pengawas (controller),
selalu memaksakan kehendak kepada anak, sangat sulit menerima saran, tidak
terbuka terhadap pendapat anak, sangat sulit menerima saran dan cenderung
memaksakan kehendak dalam perbedaan, terlalu percaya diri sendiri sehingga
menutup katup musyawarah. Dalam upaya mempengaruhi anak sering mempergunakan
pendekatan (approach) yang mengandung
unsur paksaan dan ancaman. Kata-kata yang diucapkan orang tua adalah hukum atau
peraturan dan tidak dapat diubah, memonopoli tindak komunikasi dan seringkali
meniadakan umpan balik dari anak. Hubungan antarpribadi di antara orang tua dan
anak cenderung renggang dan berpotensi antagonistik (berlawanan). Pola asuh ini
sangat cocok untuk anak PAUD dan TK dan masih bisa digunakan untuk anak-anak SD
dalam kasus-kasus tertentu.
b. Gaya
Demokratis
Tipe pola asuh
demokratis adalah tip pola asuh yang terbaik dari semua tipe pola asuh yang
ada. Hal ini disebabkan tipe pola asuh ini selalu mendahulukan kepentingan
bersama di atas kepentingan individu anak. Tipe ini adalah tipe pola asuh orang
tua yang tidak banyak menggunakan kontrol terhadap anak. Pola ini dapat
digunakan untuk anak SD, SLTP, SLTA dan perguruan tinggi.
Beberapa ciri dari tipe pola asuh yang
demokratis adalah sebagai berikut :
1) Dalam
proses pendidikan terhadap anak selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa
manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia.
2) Orang
tua selalu berusaha menyelaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan
kepentingan anak.
3) Orang
tua senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari anak.
4) Mentolerir
ketika anak membuat kesalahan dan memberikan pendidikan kepada anak agar jangan
berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi daya kreativitas, inisiatif dan
prakarsa anak.
5) Lebih
menitikberatkan kerjasama dalam mencapai tujuan.
6) Orang
tua selalu berusaha untuk menjadikan anak lebih sukses darinya.
Tipe
pola asuh demokratis mengharapkan anak untuk berbagi tanggung jawab dan mampu
mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimilikinya. Memiliki kepedulian
terhadap hubungan antarpribadi dalam keluarga. Meskipun tampak kurang
terorganisasikan dengan baik, namun gaya ini dapat berjalan dalam suasana yang
rileks dan memiliki kecenderungan untuk menghasilkan produktivitas dan
kreativitas, karena tipe pola asuh demokratis ini mampu memaksimalkan kemampuan
yang dimiliki anak.
c. Gaya
Laissez-Faire/permisif
Tipe
pola asuh orang tua ini tidak berdasarkan aturan-aturan. Kebebasan memilih
terbuka bagi anak dengan sedikit campur tangan orang tua agar kebebasan
diberikan terkendali. Bila tidak ada kendali dari orang tua, maka perilaku anak
tidak terkendali, tidak terorganisasi, tidak produktif, dan apatis, sebab anak
merasa tidak memiliki maksud dan tujuan yang hendak dicapai. Orang tua yang
menggunakan gaya ini menginginkan seluruh anaknya berpartisipasi tanpa
memaksakan atau menuntut kewenangan yang dimilikinya. Tindak komunikasi dari
orang tua cenderung berlaku sebagai seorang penghubung yang menghubungkan
kontribusi atau sumbang pemikiran dari anggota keluarga. Pola asuh ini bisa
digunakan untuk anak dalam semua tingkatan usia.
3. Ciri-ciri
Pola Asuh
Ciri-ciri
pola asuh sangat dibutuhkan oleh oran tua agar orang tua mengetahui bagaimana
pola asuh yang baik untuk diterapkan dalam pengasuhan terhadap anak. Berikut
ciri-ciri pola asuh menurut Walgito (2005: 215) adalah “tiga macam sikap
sebagai kontrol orang tua terhadap anak dalam mengasuh anak, yaitu :
a. Sikap
otoriter mempunyai ciri-ciri orang tua menentukan apa yang perlu di perbuat
oleh anak, tanpa memberikan penjelasan tentang alasan apabila anak melanggar
ketentuan yang telah digariskan, anak tidak di beri penjelasan tentang alasan
sebelum hukuman di terima oleh anak. Dalam pola asuh ini, hukuman yang
diberikan berupa hukuman badan. Orang tua tidak memandang keberhasilan anak
dengan jarang memberikan hadiah dan pujian jika anak melakukan sesuai apa yang
di inginkan orang tua.
b. Bersikap
demokratis mempunyai ciri-ciri apabila anak harus melakukan sesuatu yang akan
dikerjakan oleh anak. Anak diberikan kesempatan untuk memberikan alasan mengapa
ketentuan itu dilanggar sebelum menerima hukuman. Hukuman diberikan berkaitan
dengan perbuatan yang telah dilakukan anak. Hadiah dan pujian diberikan oleh
orang tua terkait oleh perilaku anak yang diharapkan orang tua.
c. Laissez-Faire
Permisif mempunyai ciri-ciri tidak ada aturan yang diberikan oleh orang tua,
anak-anak diperkenankan sesuai dengan apa yang dipikirkan anak. Tidak ada
hukuman terhadap anak, karena tidak ada ketentuan atau peraturan yang dilanggar
oleh anak. Tidak ada hadiah dan pujian karena sosial approval akan merupakan hadiah yang memuaskan bagi si anak.
Menurut peneliti, setiap tipe pola asuh
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Selain itu juga memiliki
tingkat resiko yang berbeda pula. Dalam pola asuh ini, orang tua memberikan
kontrol terhadap batas-batas tertentu.
4. Pendekatan
Dalam Pola Asuh
Pendekatan
tentang pengasuhan orang tua yang paling banyak digunakan adalah Baumrin.
Adapun
penjelasan dari pendekatan orang tua menurut Casmini (dalam Dwi Anjar, 2014)
adalah :
a. Pendekatan
penerimaan orang tua (parental
responsivess)
Penerimaan orang tua
adalah orang tua selalu merespon kehidupan anak dengan cara-cara yang bersifat
menerima dan mendukung.
b. Pendekatan
tuntutan orang tua (parental
demandingeness)
Tuntutan orang tua
adalah seberapa jauh orang tua mengharapkan dan menuntut tingkahlaku
bertanggung jawab anak.
C. Bimbingan
dan Konseling
1.
Pengertian
Bimbingan dan konseling
Prayitno & Erman Amti (2004: 99)
berpendapat bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh
orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak,
remaja, maupun dewasa agar orang-orang yang dibimbing dapat mengembangkan
kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu
dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Menurut Rochman Natawidjaja
(Dalam Winkel & Sri Hastuti: 2004) bimbingan
adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dia
sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan
tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan
pada umumnya.
Peneliti berpendapat bahwa
pengertian bimbingan dan konseling adalah proses pemberian bantuan dari seorang
ahli/konselor kepada konseli/siswa untuk memaksimalkan potensi yang ada pada
diri individu serta memandirikan siswa.
D. Kerangka
Berpikir
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis
Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Menurut Sugiyono (2013: 1) metode penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang di gunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,
(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen
kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan),
analisis bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
B. Tempat
dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian
Tempat penelitian
dilaksanakan di tempat atau di rumah subyek.
2. Waktu
penelitian
Waktu yang dilakukan
dalam penelitian ini yaitu pada bulan september yaitu pada minggu ke ke tiga dan keempat.
C. Subyek
Penelitian
1. Subyek
Subyek
penelitian yaitu pola asuh orang tua beda agama. Teknik pengambilan subyek
dalam penelitian ini adalah menggunakan Snowball
Sampling. Riduwan (2013: 64) menyatakan bahwa :
“Snowball
Sampling ialah teknik sampling yang semula berjumlah kecil kemuadian
anggota sampel (responden) mengajak para sahabatnya untuk dijadikan sampel dan
seterusnya sehingga jumlah sampel semakin membengkak jumlahnya seperti (bola
salju yang sedang menggelinding semakin jauh semakin besar).
2. Objek
Objek
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa yang orang tuanya
beda agama.
D. Teknik
Pengumpulan Data
Pada penelitian ini metode pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara secara mendalam, menurut Moleong
(2011: 119) wawancara adalah suatu percakapan dengan maksud tertentu, yang
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Ada tiga macam-macam wawancara menurut Esterberg
(dalam Sugiyono: 2013: 73) yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan
tidak terstruktur. Peneliti menggunakan macam wawancara tidak terstruktur
karena peneliti belummengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh,
sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh
responden.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah,
Syaiful Bahri. (2014). Pola Asuh Orang
Tua dan Komunikasi dalam Keluarga Upaya Membangun Citra Membentuk Pribadi Anak.
Jakarta: Renika Cipta
Prayitno & Amti, Erman. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Renika Cipta
Lexy,
Moleong. (2011). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja Rodsakarya
Riduwan.
(2013). Metode & Teknik Menyusun
Tesis. Bandung: Rosdakarya
Trisuharsono,
Joko. (2009). Jurnal Hubungan Pola Asuh
Orang Tua Terhadap Kemampuan Sosial Anak. Purwokerto
Winkel
& Hastuti, Sri. (2004). Bimbingan dan
Konseling Di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi
Sugiyono.
(2013). Memahami Penelitian Kualitatif.
Bandung: Alfabeta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar